Welcome To My Blog

Hi, Guys..
welcome to my blog. Thanks for your visit.
keep be calm, struggle and never give up for gain your bright future. Never be afraid to dreaming because someday your dream will be come true, nothing impossible without the struggle. Your destiny in your hand. God will know it. Trust me..
make our world be proud because you was born.
because you're the leader, the winner and the awesome person :)

Rabu, 14 Maret 2012

AKU JUGA BISA BERUBAH

  
                         Karya : Rafita Ekayanti
                                          AKU JUGA BISA BERUBAH

      Aku berjalan sambil menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Mencoba lewati  arus dingin nya Angin malam ibu kota yang begitu kejam hingga mampu  merasuk ke dalam Kulit ini. Entah apa yang Ku jelajahi di dingin nya udara. Sungguh tak bisa ku jelajahi apa Ingin hati dan entah apa yang ku cari. Semenjak saat itu , Ketika rumah tempat yang Dulunya nyaman kini tlah berubah menjadi terali besi yang kokoh dan begitu menyiksa Semenjak papa berpisah dengan Mamaku. Iya, hidupku kini tak jelas kemana Ia kan ku Arah kan semuanya dulunya adalah surga bahagia kini serasa menjadi neraka. Meski, Dengan berat hati meninggalkan keluarga yang ku sayangi terutama Adikku, yang paling Ku sayangi.  Yang sedang berusaha melawan penyakitnya,  leukemia bertahun – tahun yang telah ia tanggung selama bertahun-tahun lamanya.
   Dengan celana jeans yang sobek serta gitar yang tak begitu bagus. Larut malam mulai Menyapa. Namun, begini lah Ibu kota. Tak pernah kedengaran sepi. Dan akhirnya aku pun Memutuskan untuk pulang. Setapak demi setapak tlah Ku lalui. Hingga sampai lah aku di Sebuah tempat yang suram. Ya, semenjak saat itu pula Aku memutuskan tuk tidak pulang Ke rumah. Karena, rasanya percuma. Di sana Ku  hanya bisa membuang rasa kesal ku Kepada Papa dan Istri barunya. Hingga Aku di keluarkan dari sekolah karena keseringan Membolos, dengan berjuta alasan. Dan kini, Aku jauh lebih memilih tuk mengamen.
   Langkah kakiku pun terhenti. Aku duduk bersandar antara kardus dan Koran. Pandangan ku tertuju kepada tiga Pemuda yang sedang bermain catur dan di sampingnya Berserakan kulit kacang. Aku terdiam merasakan keletihan setelah mengamen di tengah Terik matahari yang panasnya begitu menyorot di lampu merah Kota. Mengucurkan Keringat di tubuh ini. Menghempaskan lelah yang tak tertahan olehku. Demi mencari Kepingan logam dari para pengendara yang terhenti di lampu merah.
   ''Shandy, kenapa Lo ?’’
 Ucap seorang pemuda kurus yang tampilannya acak-acakan. Iya dialah Eroz. Kawan   
 ku  yang selalu setia mendengarkan segala cerita kepahitan dunia ku.
   “Emm, Gue gak kenapa-napa kok udah lah nyantai aja’’  balasku.
    Akhirnya eroz pun pergi berlalu meninggalkan ku. Sungguh kini aku tak bisa tidur Karena tiba-tiba saja aku merasakan rasa sakit yang begitu sangat menyiksa menusuk Tulang-tulang ku menancap begitu teriris. Keringat ku pun mulai menetes di wajah ku. Ku coba raba saku celanaku. Ku coba mencari sebuah bungkusan plastic yang berisikan Serbuk Putih. Iya, ini lah Aku sekarang. Semenjak keluargaku pecah belah. Aku tak tahu Apa yang Harus ku lakukan. Hingga sampai akhirnya , kini Ku terjerumus ke lubang Hitam yang Begitu menyiksa. Mulai dari mabuk-mabukan, dan sampai akhirnya ku mulai mencicipi Apa itu namanya Narkoba,Alkohol & sejuta rona kepahitan dunia kelamku.
   Mentari pagi mulai membangunkan Ku. Tak terasa semalam aku ketiduran karena Menahan rasa sakit Ku. Aku pun segera bergegas untuk mengamen di lampu merah Kota.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 wib. Aku segera bergegas. Ku coba Langkah kan kakiku ku dapati ternyata teman – teman ku sudah pergi. Aku pun langsung Menuju ke lampu merah yang ada di daerah yang biasanya tlah ku arungi untuk mengamen
Kendaraan demi kendaraan tlah ku hampiri begitu melelahkan terik mentari hari ini Begitu tak bersahabat. Hingga tak terasa waktu tlah berlalu akhirnya aku memutuskan Untuk makan siang di warung di pinggiran jalan. Sungguh hari ini aku lelah sekali Akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Walaupun uang yang ku dapat kan hari ini tak Begitu banyak namun, tak mengapa lah. Mungkin aku terlalu kelelahan. Jadi, tak Mengapa lah untuk hari ini aku berhenti sejenak daripada ntar aku bisa pinsang di jalanan Nanti urusannya jadi panjang. Kuputuskan untuk kembali. Kalau saja aku selemas ini Akan ku tahan semua ini. Tapi, tak mengapa biarkan saja ku tunggu hingga aku sehat.
   Sesampainya di rumah aku menyandarkan tubuhku di kursi. Sungguh rasanya kepala Ini pusing sekali. Badan ini juga terasa lemas. akhirnya aku tidur walaupun itu masih Pukul 01.00 siang. Dan seharusnya aku masih ada di lampu merah untuk mengamen tapi,  Aku malah di sini. Tapi, iya sudahlah tak mengapa lagian juga kalau aku terusin ngamen Aku keburu nggak kuat lagi. Mendingan sekarang aku coba untuk beristirahat.
   Tak terasa waktu cepat berlalu aku terbangun kan oleh celotehan teman-teman ku yang Sedang asyik bermaain catur. Ku lihat jam di tangan ternyata sudah jam 19.27. wib. Sungguh melelahkan. Ku coba bangun dan mengambil gitar Ku. Ku putuskan untuk Kembali mengamen ke jalanan sekitar rumah. Satu per satu rumah telah ku jelajahi Sambil Melantunkan sebuah lagu ciptaan ku. Iya, walaupun tak seberapa bagus tapi, aku Bangga Karena bisa menciptakannya. Dan aku pun berniat untuk menjadi penyanyi. Tapi, Aku pun kembali berpikir tak mungkin lah ini lah Aku seorang pengamen. Jangan Kan Untuk itu, untuk membuat bangga Keluarga Saja Aku nggak bisa. Tapi, inilah Aku. Aku Juga manusia yang memiliki hak untuk bermimpi. Semampu Ku, Apapun itu yang Terjadi,  Aku ingin terus berjuang walaupun hingga sampai saat ini Aku pun belum bisa Untuk memperbaiki Diriku sendiri menjadi yang terbaik.
   Aku menjelajahi tempat demi tempat, mencoba menyanyikan lagu bersama gitar ku Demi mendapat kan koin demi koin. Dan mungkin, bagi mereka koin itu tak begitu berati Tapi, untuk ku semuanya itu sangat lah berati. Karena, dengan itu Aku dapat bertahan Hidup di kejamnya dunia ini. Tiada yang tinggi harapku, cukup asalkan bisa untuk makan Saja itu sudah baik untukku. Langkah kakiku tetap melangka, Tak peduli di dinginnya Malam yang begitu kejam, yang terasa menusuk kedalam tulang-tulang ku. Tapi, ini lah Aku semuanya ini sudah menjadi suatu yang biasa bagiku. Ku coba hampiri kemacetan di Lampu merah. Mobil ke mobil ku hampiri, seiring langkah kaki ku melangkah seiring Bola mataku menatap. Tak Ku sangkah ketika Aku menghampiri sebuah mobil berwarna Hitam, di saat ku bernyayi dan memainkahkan gitar ku, kaca mobil pun terbuka. Ternyata, orang di dalam mobil itu adalah Papa. Aku sungguh terkejut jarang sekali di Saat aku mengamen mobil-mobil yang ku hampiri adalah orang yang ku kenal apalagi Papa. Dia terlalu sibuk dengan segala urusan bisnis nya. Dan hal ini lah yang membuat Ku tak betah untuk dirumah. Aku sungguh terkejut, aku langsung berlari meski, papaku Memanggilku. Ku dapati Beliau turun dari mobil ketika langkah Ku sudah cukup jauh Darinya. Tapi, Syukurlah lampu merah telah berlalu, dan Ku yakin Papaku tak akan Mengejarku karena pastinya ia akan di di tempur oleh klakson kendaraan di belakannya. Ku coba berlari hingga sampailah ku di tepi jalanan sepi, gelap tiada berarah. Hampir saja Papa menghampiriku. Pasti Beliau akan mengajakku untuk pulang. Bukannya Aku tak Mau pulang, tapi aku belum siap saja untuk pulang ke rumah. Walaupun Aku ingin Pulang , Aku sangatlah merindukan Chiera, Adik perempuanku. Bagaimana keaadaannya Sekarang. Sungguh Aku merindukan nya tetapi, suasana rrumah lah yang membuatku Bertahan untuk tetap hidup seperti ini. Aku masih belum cukup siap untuk menerima Kehadiran Tante Ghea sebagai Isteri baru Papa. Aku masih cukup menyesali keputusan Mama dan Papa ku yang memutuskan untuk berpisah. Dan kini  mamaku masih sendiri, ia tidak kunjung menikah seperti yang di lakukan oleh papaku. Sampai saat ini ia masih betah untuk sendiri. Mamaku memutuskan untuk tinggal bersama om dan tante ku. Walaupun, begitu kadang-kadang aku masih menyempatkan diri untuk melihatnya meskipun, tak begitu cukup keberanianku untuk menemui nya. Karena, jika aku menemuinya pasti yang Dia lakukan adalah sama seperti yang dilakukan oleh papa yaitu, menyuruh ku  pulang. Pikiriranku adalah hal yang sama. Maka, dari itu aku tetap bertahan seperti ini. Walaupun mungkin awal yang berat bagiku. Tapi, inilah pilihanku.
   Seiring langkah kakiku berhentak, tak terasa aku sampai di tempat yang begitu jauh, di jalan yang sepi dan jarang ku lewati. Aku bingung tak terkendali hatiku terus saja bertanya-tanya dimana dan akan kemana aku kini. Ku lihat di depan seberang jalanan yang ku lewati ada empat orang laki-laki. Ketika ku coba lewat, mereka menghampiriku. Ku coba tenangkan hatiku memcoba percaya bahwa takkan ada apa-apa. Langkah kaki mereka semakin mendekat padaku.
     “ Mau apa kalian ?’’ Tanyaku pada mereka.
     “ kalau lo mau lewat sini bayar dulu sama kita-kita”  jelasnya.
     Mereka mencoba untuk membentakku namun, aku tak kunjung memberikan hasil mengamenku kepada mereka semua. Namun, dari mereka tak terima terhadap perlakuanku yang kunjung juga menuruti permintaan mereka semua. Tiba-tiba hantaman kuat meleset di perutku. Sungguh menyakitkan. Mereka beranggotakan empat orang sedangkan aku hanya sendiri. Kemudian hantaman itu meleset kembali di pipi sebelah kiri ku. Sungguh sakit rasanya. Ku coba melawat tapi, apa dayaku tak dapat ku imbangi kekuatan mereka semua. Hantaman demi hantaman menerpa kuat serta menyakitkan. Tubuh ini rasanya sudah lemas tak terkendali hingga akhirnya aku terjatuh tepat menghadap di depan kaki salah satu dari mereka. Karena mereka melihatku sudah tak berdaya lagi menghadapi mereka akhirnya mereka semua meninggalkanku dengan mengambil uang hasil mengamenku. Mereka berlalu tanpa rasa peduli sedikitpun kepada diriku yang telah tak berdaya karena ulah mereka semua. Ku coba menahan sakit di tubuh ini. Ku ingin berdiri namun, tetap saja tak kuat untuk ku menahan sakit ini. Ku coba diam dan tetap mencoba untuk meredakan rasa sakit di tubuh ini. Dan akhirnya beberapa menit kemudian aku berusaha untuk berdiri. Perlahan demi perlahan meski sakit ini tetap saja enggan untuk pergi. Ku coba berdiri dan melangkah meskipun langkah kaki ku tetap saja masih tersengal dan tertatih-tatih. Sungguh sepi suasana jalanan ini. Ingin meminta pertolongan tak ada orang. Karena, jarang sekali ku lewati jalanan ini. Aku putuskan untuk berbalik dan kembali daripada aku kebinggungan nantinya. Ataupun malahan aku tak bisa pulang dan akhirnya aku lalui sampai di jalanan lampu merah dimana tempat ku mengamen sebelumnya. Aku pun bingung, bagaimana jika aku tak sadarkan diri dijalanan. Apa jadinya aku nanti. Bathin ini jadi bingung tak terkendali.
   Ketika ku sampai di lampu merah tempat ku mengamen aku bertemu Hendra, dia teman ku yang juga tinggal bersama denganku dan juga teman-temanku. Hendra pun menghampiriku dan berusaha menolongku hingga kami sampai di rumah di mana kami tinggal. Ku baringkan tubuh ini. Sakit sekali rasanya. Hatiku terus bertanya apa yang terjadi ? kenapa hari-hariku belakangan ini banyak sekali kendalaku untuk menjalani aktivitas sehari-hariku. Ada apa ini ? sungguh aku tak ingin terus-terusan seperti saat ini. Pikiranku kembali di dalam galaksi arakan kabut bayang-bayang papa. Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dan berkumpul kembali dengannya. Aku kangen banget ma adikku, Chiera. Bagaimana dia sekarang ? aku kangen banget suasana rumah. Aku ingin pulang ke rumah tapinya aku belum siap untuk melakukannya meskipun, papa mengharapku untuk segera pulang. Padahal kalau di pikir-pikir kembali apabila aku pulang ke rumah tujuan ku lebih jelas aku bisa kumpul lagi sama papa, Chiera, dan tante Irene. Ya, tante Irene kini, menjadi keluargaku ketika papa memutuskan untuk menikah dengannya. Jika, aku pulang, setidaknya aku bisa jaga chiera, adikku. Walaupun tanpa kehadiran mama tapi, aku ingin bertemu adikku, Sungguh aku sangatlah menyayanginya, dia adalah adik perempuan yang luar biasa bagiku di dalam keadaan apapun, situasi dan kondisi apapun dia selalu ada di setiap langkah ku. Dia semangat ku. Apapun aku rela asalkan chiera bahagia. Dia anugerah terindah yang tuhan berikan kepadaku.
Dia adalah lentera yang selalu tegar berpijar di dalam kehidupan kelam ku di setiap arah dan tujuan yang ku tempuh ia selalu setia mengikuti tak pernah lelah dan terhenti. Dia adalah semangat yang luar biasa untukku. Sungguh aku merasa beruntung karena aku memiliki adik sepertinya, adik yang siap menerima sejuta cerita ku.
  Namun, aku tak sepenuhnya tersenyum tak seluruhnya bahagia dengan semuanya ini. Adik ku yang terlihat manis, kuat dan tegar itu sebenarnya ada saat dia lelah, dan juga tak berdaya. Bagaimana tidak, semuanya itu tak sesempura yang dibayangkan. Tepatnya sekitaran kurang lebih empat tahun yang lalu di saat dokter menvonis adikku itu menderita leukemia. Tapi, dia lah, chiera adikku satu-satunya, adikku yang paling hebat ia kan selalu mencoba dan berusaha untuk kan tetap berdiri tegak meskipun langkah nya tersengal ataupun ia harus merasakan sakitnya terjatuh sebelum sampai tujuannya. Tapi, ia kan tetap berusaha untuk dapat berdiri dan berlari bahkan melompat tak peduli waktu mengikis waktu yang tersisa untuknya. Senyuman manisnya seakan-akan membuat ia kelihatan kuat, tegar, sehat tanpa sakit sedikit pun yang menghujam menghampirinya walaupun sesakit apapun itu. Sungguh sulit sekali untuk ku bayangkan. Bagaimana jika aku berada di posisi chiera. Aku tak menjamin aku bisa setegar dan sehebat adik semata wayangku itu. Dan bukan hanya itu dia orang yang selalu menyempatkan diri untuk mendengarkan segala cerita dan keluh kesahku. Padahal seharusnya aku yang harusnya mampu untuk menempatkan posisi itu karena aku adalah seorang kakak baginya.
   Tak terasa aku melambung dengan lamungan  hinggaku tak peduli dengan rasa sakit akibat pukulan tadi. Daripada tak lebih baik aku istirahat saja dulu ku pejamkan kedua mataku mencoba hilangkan rasa sakit ini sejenak dan mencoba mengusirnya. Agar ia tak mampu menyiksa jiwa dan diri ini. Dan mungkin dengan tidur rasa sakit ini akan hilang.
Mencoba merengkuh bayangan di atas pijakan yang tak jelas dimana. Ku coba ikuti alus jalan yang menyelipkan cahaya yang redup dan tak sanggup ku jelaskan. Ku coba cari dan mengejar kilatan cahaya putih itu. Ku coba berjalan dengan perlahan dan cahaya terang itu kini tlah aku temukan. Di sini sepi hanya aku sendiri ku coba jelajahi pandanganku dan akhirnya di pojok sana dapat teraba oleh galaksi pandanganku. Dapat ku lihat terlihat seorang gadis ia sedang duduk sendiri. Dan ia duduk membelakangi arah langkah ku. Ku coba hampiri dan dilihat dari belakang sepertinya aku mengenal gadis itu dan aku yakin kalau tak salah itu chiera, adihkku dan hatiku berkata benar sehingga menarik raga ini untuk bergegas memastikan ku coba langkahkan kaki menghampirinya.
   “adik… chiera” Sapa ku padanya.
Dan ia pun berbalik arah memandangku. dan tak salah firasatku ia adalah chiera, adikku. Aku sangat kehilangan sosok nya selama aku meninggalkannya untuk memilih kehidupanku seperti saat ini. Ku coba melihatnya. Sungguh aku merindukannya aku sangat lah merindukannya dan memanglah benar-benar merindukannya. Dia Chiera, adikku. Dia benar-benar berbeda tak ada lagi wajah pucat seperti seseorang yang sakit, ia kini mampu berdiri dengan biasa tanpa menahan rasa sakit. Tak ada lagi kesedihan di tatapan matanya. Aku merindukan nya dan ku yakin ia telah sembuh. Ia adalah adikku yang dulu yang kuat, sehat layaknya gadis seusianya ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, tinggi dan sangatlah manis. Dia adikku. Ia telah sembuh tak dapat ku tahan kerinduan ini. Ku peluk adikku, Chiera seakan tak ingin berpisah lagi dengannya. Aku merasakan diriku yang dulu di saat semuanya jauh dari cerita yang begitu rumit dan membingungkan ini.  Aku sangatlah bahagia aku merasa sangat lah menyesal karena aku
telah pergi jauh darinya, dan kehidupanku yang sempurna dan memutuskan untuk lebih memilih kehidupanku yang rumit dan tak begitu jelas kemana jalan akhir nya kan bermuara. Aku melihatnya, adikku.  Sungguh sangat lah Ku ingin kan kembali menjalani tawa dan kembali menggoreskan semua kebahagiaan itu. Aku ingin pulang aku kangen papa, mama, chiera, tante ghea. Tiada kata satupun yang terucap dari mulut chiera. Sungguh aku tak mengerti padahal sebenarnya aku tahu ada begitu banyak kata yang terselip yang ingin ia katakana padaku. Perlahan tapi pasti setelah lama menunggu kata yang tak kunjung terucap dari chiera bayanganku pun mulai memudar. Ku coba teriak memanggil nya namun, semuanya terlanjur hilang. Hilang tak berbekas semua bayangan itu lenyap berarah. Ku coba rengkuh lagi, mencari dan terus mencari namun, tak kunjung ku dapati. Hingga ku coba dengarkan suara, suara yang memanggilku. Kucoba rengkuh semua suara itu. Merayap senyap namun perlahan jelas.
  “shandy…”
   Aku mendengarkan seseorang memanggilku.
   “kakak di sini Ra”
Susah payah aku mencoba temukan panggilan itu. Hingga sampai pada akhirnya aku mendapati bayangan yang tak begitu jelas dan sedikit mengabur. Windy dan Radith ternyata sudah berada tepat di hadapanku.
    “loe kenapa ?”
    Tanya radith..
    “emm, gue tadi mimpi ketemu sama adik gue tapi, adik gue nggak bilang apa-apa
     sama gue. Gue bingung. Sumpah gue kangen banget”
      jelasku pada mereka.
    “loe beneran nggak kenapa-napa ? yakin nggak mau pulang ?”
     Tanya radith.
     “Mental gue nggak cukup ada sejuta bayangan yang bikin gue selalu takut buat pulang
     Ucapku sembari meyakinkan mereka.
    Mereka pun kemudian berlalu dariku. Sungguh tak ku percaya mimpi itu serasa nyata bagiku. Hingga aku kembali memikirkan nya hati ku bertanya “apa aku harus pulang ?”
Namun, selalu saja rasa tak yakin ini kembali mengoncang raga ini. Aku takut kalau aku nggak punya waktu banyak untuk itu. Namun, inilah aku rasa tak yakin ini sanggat lah kuat untuk mengalahkan rasa inginku ini. Tapi, bagaimana pun aku masih membutuhkan mereka. Hati ku pun terurai untuk melakukannya. Setelah lama ku pikirkan akhirnya dengan tekad dan keyakinan akhirnya aku kan memutuskan untuk pulang ke rumah besok pagi. Dan aku takkan membatalkan niatku ini. Tekadku sudah kuat, aku tak mau kehilangan mereka terlalu lama. Akhirnya malam ini juga aku bersiap-siap untuk mengemasi barang-barang ku untuk pulang kerumah. Setelah semuanya sudah beres ku dapati jam di tangan ternyata sudah jam 21.00 wib. Akhirnya  aku putuskan untuk tidur.
    Mentari pagi menyongsong hari. Sinarnya menyapa ku pagi ini. Melintasi kejora harap dan semangat. Meluluhkan kebekuan di dalam jiwa ini. Tanpa apapun yang menghalangi
Termasuk semua rasa takut ini. Tekadku sudah kuat. Ku lihat jam ditangan menunjukan pukul 07.30 wib. Ku ambil tas yang sudah ku persiapkan kemarin malam. Ku langkahkan kaki ku keluar kamar. Dan kali ini aku tak membawa gitar kesayangan ku karena ku tahu papa pasti takkan suka. Ku temui teman – teman ku, ku coba katakana niat ku untuk pulang kerumah.
  “gue pergi ya. Makasih ya atas semuanya loe semua temen terbaik gue”
   Ucap ku pada mereka.
   “lo yakin dengan semua ini ?”
     Tanya salah satu teman ku, Dyon.
    “iya , gue sangat yakin sama keputusan gue.”
     Ucapku.
   Akhirnya aku pun pergi meninggal kan mereka. Perlahan tapi pasti ku coba tuk terus telusuri jalan setapat demi setapak. Dengan penuh keyakinan dan pengharapan yang luar biasa ku inginkan di saat ku tiba di rumah. Mungkin aku adalah orang yang terbodoh di dunia. Bagaimana tidak aku tak merasa seperti itu, aku mempunyai kehidupan yang mungkin lebih dari cukup. Aku punya keluarga yang lengkap daripada teman-teman ku yang berada di jalanan banyak juga dari mereka yang masih sangat kecil bahkan baru saja dilahirkan di dunia. Tapi, mereka sudah langsung merasakan keras nya perjalanan hidup. Setidaknya aku masih beruntung. Setapak demi setapak tlah ku lewati tak peduli letih seiring kali ini melangkah dan takkan peduli meskipun terik matahari memanas.Ya, walaupun tak begitu jauh namun, semuanya begitu terasa. Entah mengapa, atau mungkin karena rasa takut ku untuk kembali kerumah. Tak terasa seiring waktu berjalan seiring langkah ku melangkah akhirnya aku sampai juga dirumah.
   Kini, aku sudah berada di depan pintu dan pintu itu terbuka seperti nya orang rumah berada di dalam. Ku ketuk pintu dan tak lupa pula ku ucapkan salam. Kini, sungguh tak ku sangka yang membukakan pintu itu adalah papa. Sorot matanya menatapku tajam dan hal ini sedikit membuatku merasa takut. Beliau pun melangkah mendekati ku, bathin ini tak karuan dan bingung apa yang akan kulakukan. Perlahan tapi pasti. Ku peluk dia ku cium kakinya. Aku sangat lah bersyukur beliau mau menerima permintaan maaf ku. Ku masuk kedalam tuk menemui chiera. Betapa hancurnya hati ini, darah ini terasa berhenti, nadi ini senyap merayap sepi. Jantung ini seakan ikut terdiam. Bagaimana tidak ? adik ku yang dulunya selalu tersenyum bahagi kini, hanya bisa menahan sakit yang menyiksa yang kini, menggerogoti tubuhnya. Ku dekati dirinya. Dan ia pun langsung bergegas memelukku. Rasanya tak ingin lagi ku tinggalkannya, tak terasa air mata nya ku pun menetes. Aku bahagia karena aku bisa bertemu dengannya. Aku rindu sekali dengan senyumannya. Dia peluk erat tubuhku seakan tak ingin ku pergi lagi. Kata papa kondisi adikku semakin parah. Leukemia tlah membuatnya tubuhnya lemah. Namun, walaupun begitu penyakit itu tak kan  mampu menggerogoti semangat nya ia tetap tersenyum dan mensyukuri hidup walaupun rasanya sulit sekali. Aku begitu malu pada diriku yang tak pernah bisa mensyukuri hidup ini. Dan hal ini mampu menyadarkan ku betapa baiknya Tuhan terhadapku. Aku ingin kembali lagi kejalan – Nya. Ia berikan keluarga yang luar biasa namun, aku hanya menyiakan nya. Mulai hari ini aku mau berubah jauh lebih baik.
    Hari demi hari terus berlalu tak terasa sudah seminggu aku kembali kerumah. Semuanya begitu indah. Hari – hari ku lewati dengan menjaga Adikku karena, aku tak ingin kehilangan Chiera. Aku janji akan menjaganya, selayaknya seorang kakak kepada adiknya. Demi keluargaku kan ku tinggalkan semuanya, dunia kelam ku itu kini, aku tak lagi mabuk-mabukan dan mengkonsumsi obat-obatan terkutuk itu. Aku ingin mengubah hidupku menjadi berate bagi semua orang.Walau berat, semuanya butuh pengorbanan dan tekad yang kuat.Apalagi hidupku terasa semakin indah karena ku tlah ada di jalan-Nya.
   Aku dan keluarga tak tahu lagi, bagaimana cara menyembuhkan penyakit yang diderita
Chiera,Adikku.Segalanya sudah di tempuh mulai dari pengobatan yang ringan sampai Chemotherapy. Tapi, hari ini tubuh adikku pun menjadi sangat lemas, wajahnya pucat. Leukemia pada tubuhnya semakin parah. Hari-hari itu kami, sekeluarga melewatkan nya dengan penuh harap dan doa. Mamaku dan tante Irene menangis melihat kondisi adikku.
   “ jika, hari ini juga Tuhan menganmbilmu , anakku papa rela sepenuhnya”
     Ucap papaku yang semakin mengiringi tangisan mama dan tante Irene.
   “papa ngomong  apa ? adik masih kuat, papa nggak boleh pesimis. Adik pasti sembuh”
Chiera pun hanya bisa diam walaupun aku tu di menahan sakit yang cukup hebat. Sungguh begitu kuat nya , dia tak pernah sedikit pun menyerah. Tetapi, beberapa selang waktu kemudian ia bicara kepada kami semua.
    “mama, papa, tante Irene, kakak, terima kasih kalian udah jadi keluarga terbaik buat 
     Adik. Abang please change your life to night is better, maafkan aku ”
     Ucapnya kepada kami.
Kami semua pun hanya bisa menangis, sungguh hari ini penuh dengan keharuan. Aku tak menyangka adikku yang dulunya kuat kini hanya bisa terbaring sakit-sakitan. Andai saja aku bisa menggantikan pasti kan ku ganti semua nya biar aku saja yang merasakan sakit yang diderita adikku. Tapi, aku tak bisa apa-apa ini semua sudah menjadi kehendak-Nya.
Berselang beberapa menit kemudian adikku, chiera meninggal. Betapa hancur hati kami sunggu berat rasanya aku menerima semua ini. Aku tak percaya kini aku kehilangannya selama-lamanya. Takkan ku lihat lagi hadirnya. Chiera, adikku kini tlah tiada.
    Waktu kini tlah berlalu kini, ku jalani hariku tanpa kehadiran seorang adik. Kini ia tlah ada di sisi-nya. Aku menyesal tlah meninggalkannya selama ini dan kini ia sudah tidak ada lagi. Namun, dia kan selalu ada di hati kami semua. Keinginan terakhirnya untukku adalah di agar aku bisa berubah lebih baik. Dan hal itulah yang kini, ku lakukan. Kini, aku bukan lagi seorang shandy yang suka membuat orang tua kecewa. Kini aku lah Shandy yang nggak akan menyerah, shandy yang jauh lebih baik. Chiera boleh saja pergi jauh.Namun, seucap kata terakhirnya mampu membuatku berubah jauh lebih baik. Kini, aku bisa jauh lebih menghargai arti hidup, keluarga dan diri sendiri. Kini, aku jauh lebih bisa menikmati hidupku dengan baik. Hal yang ingin kulakukan adalah bersyukur atas semua yang tlah tuhan berikan,  I love you my sister , you’re is a boon in my life .